Kamis, 04 Januari 2018

Menjelajahi 6 Gili Eksotis di Lombok Barat


Pulau Lombok terkenal dengan keindahan gili-gili yang mengelilinginya. Gili dalam bahasa sasak Lombok artinya pulau kecil. Dari semua gili yang ada, yang paling populer di kalangan wisatawan adalah Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air. Ketiga gili ini selalu dipenuhi oleh wisatawan baik lokal maupun mancanegara.

Selain ketiga gili yang sudah terkenal tersebut, sebenarnya ada beberapa gili yang tidak kalah indahnya. Di Lombok Barat terdapat sepuluh gili yang sangat eksotis yaitu Gili Kedis, Gili Nanggu, Gili Sudak, Gili Tangkong, Gili Poh, Gili Lontar, Gili Rengit, Gili Gede, Gili Layar, dan Gili Asahan. Gili-gili tersebut ada yang sudah terjamah investor dan memiliki penginapan, tetapi ada juga yang masih sangat sepi atau bisa dikatakan virgin island.

Ada berbagai faktor yang mempengaruhi sepinya kunjungan wisatawan ke  gili-gili di Lombok Barat salah satunya promosi yang kurang dari pihak pemerintah setempat. Dalam postingan kali ini, saya akan menceritakan pengalaman saya menjelajahi 6 gili di Lombok Barat.

Berlayar ke Gili Layar



Berlayar selama satu jam dengan menggunakan perahu nelayan yang kami sewa di Pantai Cemara Lembar membawa kami sampai di Gili Layar. Gili yang sudah lama ingin saya kunjungi. Untuk sampai di Gili Layar, kami harus melewati 8 gili lainnya membuat perjalanan terasa menyenangkan. Angin laut berhembus menyentuh pipi saya, membuat jilbab saya melambai. Sesekali saya menurunkan tangan saya untuk menyentuh air laut. Laut terasa bersahabat tanpa gelombang besar.

Welcome to Gili Layar, begitulah kalimat yang tertulis di ayunan yang ada di pantai Gili Layar. Kalimat sederhana yang menyambut kedatangan saya bersama tiga orang teman dari Jakarta. Sejenak saya duduk di ayunan sambil menatap pasir putih dan birunya laut di hadapan saya.


Air laut sedang surut sehingga saya dapat melihat tumpukan terumbu karang di beberapa titik. Saya berjalan di sepanjang pantai untuk menikmati suasana gili yang sepi. Pasir pantai Gili Layar tidak lembut, tekstur pasir agak kasar dengan campuran terumbu karang yang telah mati. Beberapa ekor kerang kecil berlarian di pantai. Mereka akan segera bersembunyi di balik cangkangnya ketika saya mulai mendekat.

Di depan Gili Layar, terlihat Gili Gede dengan keindahan pasir putihnya. Di sebelah utara Gili Layar, tampak Gili Rengit yang terlihat cukup misterius dengan rerimbunan pepohonan. Saya terus berjalan di sepanjang pantai sambil menyesap udara segar. Gili ini bebas dari polusi karena tidak ada kendaraan bermotor sehingga saya tak perlu khawatir menarik nafas dalam-dalam dan menikmati setiap oksigen yang masuk ke dalam paru-paru saya.



Air yang sedang surut merupakan waktu yang kurang tepat untuk snorkeling. Tetapi kondisi itu membuat saya bisa melihat terumbu karang meski tanpa harus snorkeling. Teman saya mencoba mencari titik yang agak dalam agar dapat snorkeling karena sudah jauh-jauh datang Jakarta. Saya lebih memilih duduk di tepi pantai dan melihat keindahan laut yang terhampar di hadapan saya.



Setelah puas menikmati keindahan Gili Layar, kami menuju restoran untuk mencicipi makanan khas di gili. Menu seafood sudah tentu menjadi andalan di sini. Saya memilih menu sup ikan laut yang segar. Sebelum makanan kami tersaji, saya sempat ngobrol santai dengan seorang pelayan di restoran tersebut. Dia menjelaskan kalau dahulu terumbu karang  di sekitar Gili Layar sangat banyak dan beragam. Perubahan iklim akibat global warming menyebabkan beberapa titik terumbu karang mati. Sangat disayangkan kondisi tersebut. Di sekitar Gili Layar, aturan untuk menjaga terumbu karang cukup ketat. Para boat man tidak dibolehkan melepas jangkar sembarangan. Nelayan juga tidak dibolehkan menangkap ikan di titik-titik snorkeling. Wisatawan yang datang juga diingatkan untuk tidak menginjak terumbu karang.

Semilir Angin di Gili Rengit


Perahu yang kami tumpangi bersandar di tepi pantai Gili Rengit. Ombak di tepian gili ini lebih keras dibandingkan dengan di tepian Gili Layar. Dari atas perahu saya bisa melihat kilau kemerahan dari pantai Gili Rengit saat terkena ombak. Dalam hati saya merasa karakter pasir pantai ini mirip dengan Pantai Tangsi atau yang lebih dikenal dengan Pantai Pink di Lombok Timur.

Tekstur pantai Gili Rengit agak kasar karena bercampur dengan pecahan terumbu karang yang telah mati. Saya merasa sedih melihat karang-karang mati memenuhi sepanjang pantai. Hal ini menandakan betapa ekosistem laut di sekitar gili ini sudah mulai rusak. Hal tersebut bisa jadi diakibatkan oleh penggunaan bahan berbahaya oleh nelayan saat menangkap ikan. Saya menemukan cukup banyak pecahan ganggang merah di sepanjang pantai. Sekilas warna merah muda pasir pantai saat terkena ombak disebabkan oleh pecahan ganggang merah tersebut.

Gili Rengit merupakan salah satu gili yang tak berpenghuni di Lombok Barat. Rimbun pepohonan liar menutupi sehingga saya sulit melihat bagian dalam pulau jika hanya berdiri di dekat pantai. Saya berjalan ke arah barat dan melihat bangunan kosong seperti villa yang belum jadi dan ditinggalkan begitu saja. Ada beberapa gili di sekitar Lombok yang memang sudah dikuasai oleh investor. Memang sangat disayangkan jika pembangunan daerah pariwisata hanya menyisakan onggokan bangunan kosong tak bermanfaat.

Di sebelah barat Gili Rengit terdapat sebuah dermaga yang juga belum sepenuhnya jadi. Saat saya melangkah menuju dermaga tersebut, saya bertemu dengan sepasang suami istri yang sedang memasak pindang ikan teri. Usia mereka saya taksir sekitar 50 tahun. Berdasarkan pengakuan mereka, mereka dibayar 2 juta setiap bulan untuk menjaga bangunan yang belum jadi di Gili Rengit. Jika tidak dijaga, bangunan tersebut bisa dijarah dan diambil bahan-bahan material bangunannya. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya tinggal berdua saja di Gili Rengit yang begitu sepi dikelilingi pasir putih dan lautan biru. Romatis sekaligus menakutkan saya rasa, apalagi dengan adanya bangunan kosong dan rimbunan pepohonan.

Dua orang teman saya menaiki dermaga dan terlihat sibuk mengambil foto. Saya jadi tergoda untuk ikut naik dan dari atas dermaga saya dapat melihat keindahan pemandangan di sekeliling kami. Angin sepoi membelai pipi saya yang seolah takjub dengan keindahan yang kami lihat. Di hadapan kami Gili Gede dan Gili Layar terlihat sangat indah. Air laut yang jernih membuat kami dapat melihat segerombolan ikan-ikan yang berenang kesana-kemari. Kami terkejut saat tiba-tiba seekor ikan besar lewat dan menabrak tiang dermaga menimbulkan bunyi yang sangat besar. Kami sontak menengok ke bawah dan takjub melihat ikan besar itu berlalu.


Perairan di sekitar Gili Rengit cukup dalam sehingga tidak cocok untuk berenang ataupun snorkeling bagi pemula. Boat man kami menjelaskan bahwa di sekitar Gili Rengit terdapat beberapa ikan hiu. Mendengarnya saja saya sudah cukup ketakutan. Gili Rengit ini posisinya memang bisa dikatagorikan pulau terluar yang berhadapan dengan Samudera Hindia jadi wajar jika ombak juga cukup besar.

Gili Poh, Pesona Pulau Yang Masih Perawan


Dari kejauhan Gili Poh seperti pasir yang mengambang di tengah lautan biru. Gili ini merupakan pulau terluar di kawasan sekotong Lombok Barat sehingga memiliki mercusuar di tengahnya. Menjejakkan kaki di gili ini membuat saya merasa di negeri antah-barantah. Lost in paradise, begitulah kiranya sensasi yang saya rasakan di gili ini.

Gili Poh bisa dikatakan pulau perawan karena belum tersentuh pembangunan.  Hanya ada gubuk kecil dari seorang nelayan yang ada di sini. Saya berjalan menuju ke tengah gili dan melihat padang ialalang hijau yang baru tumbuh. Ketika melihat tanah yang hitam, saya yakin bahwa padang ilalang di gili ini pernah dibakar saat musim kemarau. Sangat disayangkan karena saya membayangkan pemandangan yang sangat indah jika gili ini dipenuhi ilalang yang tinggi. Tapi tak mengapa, sebentar lagi ilalang yang baru tumbuh itu juga akan meninggi dan artinya saya harus kembali lagi ke Gili Poh untuk melihatnya.

Saya berjalan mengelilingi Gili Poh dengan telanjang kaki karena pasir pantainya cukup halus. Saya menemukan beberapa cangkang kerang warna-warni, ada yang berwarna ungu, oranye, putih, dan hitam. Saya bisa melihat terumbu karang di sekitar perairan gili ini. Tidak banyaknya wisatawan yang pernah berkunjung membuat gili ini masih sangat alami dan cukup terjaga. Berjalan mengelilingi Gili Poh membuat saya merasa di dalam scene drama korea atau film holywood

Saya dan teman saya sangat betah berlama-lama di Gili Poh. Kami duduk di bawah pohon ketapang sambil menikmati debur ombak yang menghempas pantai. Saya harus mendirikan sholat karena waktu ashar telah tiba. Saya mengambil air wudhu dengan air laut yang sangat jernih. Saya sangat berharap gili ini terus terjaga keindahan dan kebersihannya. Saya medirikan dholat di bale-bale yang ada di dekat pantai. 

Sial nasib saya saat itu, kaki saya tertusuk oleh mata pancing yang dibiarkan sembarangan oleh nelayan. Di Gili Poh hanya ada satu kakek tua yang sedang memancing ikan di pinggir laut. Saya berpikir kalau mata kail itu adalah miliknya. Saya sempat meringis kesakitan saat berusaha mencabut mata kai tersebut tetapi tidak berhasil. Dengan bantuan boat man, mata kail tersebut tercabut tanpa mengakibatkan rasa sakit. Ternyata melepas mata kail memiliki teknik sendiri, bukan asal cabut. Bertambahlah pelajaran hidup bagi saya. Seusai sholat, dengan berat hati kami meninggalkan Gili Poh karena matahari telah condong ke ufuk barat.

Kemah Seru di Gili Sudak


Jika saya ditanya tentang lokasi kemah yang bagus dengan pemandangan pantai di Pulau Lombok, saya pasti akan menjawab Gili Sudak. Gili ini memang bukan pulau perawan layaknya Gili Poh ataupun Gili Tangkong karena sudah ada villa dan restoran di gili ini, akan tetapi suasana tenang di Gili Sudak sangat cocok untuk kegiatan kemah.

Saya pernah kemah di Gili Sudak bersama teman-teman dari komunitas yang aktif mempromosikan keindahan pariwisata Lombok di media social. Acara kemah yang diinisiasi oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi NTB ini dilaksanakan di Gili Sudak sebagai salah satu sarana promosi. Keindahan gili-gili di Lombok Barat memang tidak sepopuler gili-gili di Lombok Utara.
Saat itu langit cerah dengan cahaya bulan purnama. Di balik ranting dan daun cemara, cahayanya menemani diskusi kami malam itu. Air laut di sekitar Gili Sudak begitu tenang tanpa riak ombak. Pasir pantai yang putih dan lembut membuat kami leluasa untuk duduk nyaman mesti tanpa menggunakan alas. 

Keesokan harinya saya terbangun saat adzan subuh berkumandang dari masjid di seberang gili. Suasana pagi di Gili Sudak begitu tenang. Laut yang memisahkan Gili Sudak dengan Pulau Lombok seolah menjelma kolam renang dengan warna air kehijauan. Saya duduk di pasir pantai sambil menanti matahari terbit dari balik pegunungan.


Setelah selesai sarapan, kami melakukan acara bersih-bersih pantai. Meskipun di gili ini tidak ada rumah penduduk, akan tetapi ada beberapa sampah yang terbawa oleh air laut. Sangat disayangkan ketika masyarakat masih ada yang membuang sampah sembarangan ke sungai karena pasti sampah tersebut akan bermuara ke laut dan terdampar di gili-gili yang ada disekitar Pulau Lombok. Kami juga melakukan transplantasi terumbu karang di sekitar Gili Sudak karena di beberapa titik terumbu karang telah rusak karena nelayan menangkap ikan dan melepas jangkar secara sembarangan. Kini, nelayan dilarang untuk menangkap ikan di sekitar Gili Sudak agar kerusakan tidak semakin parah.

Perairan di sekitar Gili Sudak merupakan ekosistem bagi bintang laut. Di tempat ini kita bisa berenang sambil melihat berbagai jenis bintang laut, ada yang berwarna cokelat dan biru. Banyak orang yang menganggap bintang laut di sekitar gili ini sudah mati dan membawanya ke daratan untuk foto. Hal tersebut tidak dibenarkan karena sebenarnya bintang laut tersebut masih hidup dan bisa mati jika terlalu lama dibawa naik ke permukaan air laut.


Jika anda menyukai permainan air, di Gili Sudak juga tersedia tempat penyewaan kano dan banan boat. Jika sudah lelah, anda bisa memesan makanan di restoran atau sekedar meminum kelapa muda di pinggir pantai. Restoran Nirvana di Gili Sudak mempekejakan sekitar dua belas orang lokal sebagai pelayan maupun tukang masak. Cita rasa lokal dapat anda nikmati di restoran ini.

Pohon Winter Sonata di Gili Nanggu


Anda pernah menonton drama korena dengan judul Winter Sonata? Jika anda pernah menontonnya, anda pasti mengingat scene drama tersebut di tengan pepohonan cantik di korea sana. Banyak orang menganalogikan pepohonan di Gili Sudak mirip dengan pepohonan di scene drama korea tersebut. Hal tersebut membuat saya cukup penasaran dan ingin melihatnya langsung.
Turun dari perahu, saya sama sekali tidak melihat pohon yang orang-orang maksud. Hanya ada pohon cemara di tepi pantai dengan ranting yang rindang. Dimana pohon winter sonata? Di balut rasa penasaran, saya berjalan menuju bagian utara Gili Nanggu. Dari kejauhan saya hanya melihat pohon pandan berduri di tepi pantai. Melewati villa dengan design rumah adat Lombok, saya melihat pohon yang dimaksud. 

Dalam bahasa sasak Lombok, saya mengenal pohon tersebut dengan nama Loam Mekah, saya tidak tahu nama pohon tersebut dalam bahasa Indonesia. Saat kecil saya sering memakan buah pohon tersebut karena banyak tumbuh di halaman sekolah saya saat SD. Rasa buahnya manis jika sudah matang dengan bau yang cukup khas. Jenis pohon ini berduri dan sangat tidak dianjurkan untuk berjalan di bawah pohon ini tanpa alas kaki. Setelah hari itu, beberapa kali saya kembali melihat pohon tersebut di Gili Nanggu karena banyak yang meminta ditemani jalan-jalan dan berfoto di sana. Ternyata, hal-hal sepele bisa menjadi daya tarik wistawan untuk datang. Pohon Loam Mekah contohnya.
Gili Nanggu juga merupakan salah satu penangkaran kura-kura di Lombok. Selama ini, wisatawan hanya mengetahui penangkaran kura-kura yang ada di Gili Trawangan Saja. Kura-kura di Gili Nanggu di pelihara selama dua tahun sebelum dilepas ke lautan. Jika terlalu kecil saat dilepas, dikhawatirkan mereka tidak mampu bertahan hidup di lautan. Jika anda ingin melepas kura-kura ke laut dan menamainya dengan nama anda sendiri, anda bisa melakukannya dengan membayar donasi sebesar 150.000 rupiah.

Selain pohon winter sonata dan penangkaran kura-kura, Gili Nanggu juga merupakan salah satu spot snorkeling di Pulau Lombok. Meskipun terumbu karang sudah tidak sebagus dahulu, di sekitar Gili Nanggu terdapat banyak sekali ikan dengan warna-warni yang indah. Anda bisa melihat dinding ikan ataupun ikan nemo yang lucu di antara terumbu karang. Pastikan anda ditemani boat man ataupun guide yang sudah mengetahui spot-spot terbaik untuk snorkeling di Gili Nanggu.

Senja yang Romantis di Gili Kedis


“Welcome to my island.”Seorang wisatawan mancanegara berseloroh saat saya turun dari perahu. Ia dan seorang temannya sedang duduk santai di Gili Kedis. Gili honeymoon, begitulah orang-orang menyebut gili ini karena sering dijadikan destinasi untuk pasangan yang sedang berbulan madu. Ada juga yang menyebutnya gili cinta karena gili ini berbentuk lambang cinta saat difoto dengan menggunakan drone. Apapun sebutannya, saya menjadikan Gili Kedis sebagai salah satu spot terbaik untuk menikmati senja.

Dahulu, sebelum wisata Lombok popular Gili Kedis termasuk gili perawan karena tak ada bangunan apapun. Seiring ramainya wisatawan yang berkunjung, masyarakat membangun toilet. Ada pro dan kontra akan hal tersebut, tetapi hal tersebut tidak lantas mengurangi keindahan Gili Kedis. 


Saya berjalan menuju sebelah timur gili dan melihat keindahan terumbu karang yang menyembul dari dalam air laut yang perlahan mulai surut. Seorang kakek tua duduk di dekat perahu yang juga tua sambil menawarkan kulit kerang. Satu kulit kerang besar harganya sepuluh ribu rupiah. Ada juga kulit kerang kecil yang ia rangkai menjadi gelang. Aku terharu melihat kegigihan sang kakek dalam mecari rizki. Memanfaatkan geliat pariwisata, ia tak mau hanya berdiam diri dan hanya menjadi penonton.

Dua orang bocah lelaki dan perempuan berlari di sekitar gili sambil sesekali berteriak histeris saat melihat binatang-binatang laut. Mereka wisatawan asing yang berasal dari Australia. Gili Kedis seolah menjelma laboratorium alam bagi mereka saat itu. Mereka menangkap kerang kecil, bintang laut dan mengamatinya sejenak sebelum mereka melepaskannya kembali ke laut. Sesekali mereka berlari ke arah ibu mereka sambil menceritakan binatang laut yang mereka temui. 

Senja mulai turun dengan pendar jingga yang begitu memesona. Dari Gili Kedis, kita bisa melihat senja yang perlahan seolah tenggelam ke dalam samudera. Di pantai terdapat ayunan yang bisa digunakan untuk bersantai sambil menikmati suasana senja yang romantis di Gili Kedis.

Video Pesona Gili Kedis



Keterangan tambahan:
Biaya sewa perahu untuk ke Gili Layar, Gili Poh, dan Gili Rengit Rp.500.000,-
Biaya sewa perahu untuk ke Gili Nanggu, Gili Sudak, Gili Kedis Rp. 300.000,-
Biaya sewa alat snorkeling Rp.50.000,-
Kisaran harga makan di Gili Layar dan Gili Sudak mulai dari Rp.60.000-Rp.100.000/porsi

Tulisan ini buat dalam rangka mengikuti lomba blog yang diadakan oleh Gramedia dengan tema #GramediaHolidaySeason

12 komentar

Thank you for this good article. It is great Job! It will be much helful for tourists to find their holiday distination.

Keep posting! Much Love😍

ah mupeng banget bisa keliling-keliling, foto-fotonya kece... tapi ke lombok aja belum pernah... hiks

Satu kata…KEREN !!!
Terus berkarya

thanks....siap mas Tommy...semangat..😊

ternyata banyak sekali gili-gili ya. tahunya cuma gili trawangan aja itupun karena ada lagunya hehe...

iya, banyak...di daerah Lombok Timur juga ada ada belasan gili2 cantik..😊

Pulau lombok memang punya banyak sekali daya tarik, salah satu yang paling menarik adalah pesona Gili-gilinya

iyaps...belum sah ke Lombok kalau belum jalan2 ke Gili..hehe

semuanya saya suka...tapi yang paling saya suka yaitu Gili Poh..