KAMPUNG ADAT SADE LOMBOK
1.
LOKASI
( setting tempat )
Kampung Sade adalah salah satu
kampung adat suku sasak Lombok. Kampung Sade berada di Desa rembitan, Kecamatan
Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Kampung ini
berada sekitar 20 kilometer dari Bandar Udara Internasional Lombok dengan waktu
tempuh 15-20 menit. Berada di Jalan Pariwisata Kute tidak membuat desa ini
mengalami akulturasi budaya. Masyarakat kampung Sade mampu mempertahankan adat
istiadat dan tradisi diantara gempuran arus modernisasi.
Sebagai kampung adat, kampung Sade
menjadi salah satu kampung pariwisata di Pulau Lombok. Kampung ini memiliki
banyak sekali keunikan terutama dari struktur bangunan rumah yang masih
mempertahankan arsitektur rumah khas suku sasak Lombok yang disebut bale tani. Pembuatan rumah sangat unik
karena menggunakan bahan yang masih alami. Atap rumah mereka masih menggunakan
ilalang dengan rangka dari bambu dan diikat menggunakan ijuk pohon enau atau bambu
tali. Dinding rumah terbuat dari anyaman bamboo. Pintu terbuat dari kayu hutan.
Dan lantai dari tanah dengan plester dari kotoran sapi atau kotoran kerbau.
Kegiatan memplester lantai dengan kotoran tersebut disebut ngelulut. Ini merupakan
cirri khas bangunan rumah suku sasak. Walaupun menggunakan kotoran, akan tetapi
rumah adat tersebut tidak bau. Manfaat dari proses ngelulut adalah membuat lantai menjadi hangat karena masyarakat
adat kampung Sade tidak tidur menggunakan kasur, melainkan hanya menggunakan
tikar. Kegunaan lain adalah untuk mempertahankan struktur tanah tetap kuat
karena terikat oleh serat pada kotoran sapi tersebut.
Arsitektur bangunan sangat unik.
Rumah adat pada atapnya berbentuk gunungan yang menukik ke bawah. Ruangan
disebut rong terbagi menjadi inaq bale (ruang utama) meliputi bale duah dan bale dalem. Bale duah
digunakan sebagai tempat tidur bagi laki-laki. Mereka tidur berderet dengan
tikar di satu ruangan. Bale dalam digunakan untuk menyimpan harta benda, ruang
ibu melahirkan dan tempat menyemayamkan jenazah sebelum dimakamkan. Ruang bale
daem dilengkapi dengan amben (dipan
kayu) yang bisa digunakan untuk tidur anak gadis. Di bale dalem juga digunakan
sebagai pawon (dapur) yang dilengkapi
dengan jangkih (tungku dari tanah).
Kelengkapan yang ada juga berupa sempare
yang digantung pada atap. Sempare
terbuat dari bamboo yang digunakan untuk menyimpan perabotan rumah tangga
seperti biki (periuk tanah), semen (ceret tanah), gadang (tempat nasi dari bambu), keraro (bakul dari bambu). Rumah adat
juga memiliki sesangkok atau betaran yang digunakan sebagai tempat
menerima tamu. Di antara bale dalam dan bale luar dipisahkan oleh lawang surung (pintu geser) dan tangga
yang terdiri dari tiga anak tangga.
Di kampung adat Sade, teridiri dari
beberapa bangunan khas selain bale tani sebagai tempat tinggal sebagian besar
penduduk yang ekonomi menengah ke bawah dengan profesi sebagai petani. Bangunan
tersebut di bangun berdasarkan fungsi yang berbeda.
1.
Bale
jajar merupakan bangunan rumah tempat tinggal orang sasak dengan ekonomi
menengah ke atas. Bentuk bale jajar sama dengan bale tani yang membedakan hanya
jumlah bale dalem.
2. Berugak merupakan bangunan segi empat
sama sisi yang tidak memiliki dinding. Penyangga dari kayu dan atap ilalang.
Berugak bedada di samping kiri atau kanan bale tani atau bale jajar. Berugak
berfungsi untuk menerima tamu. Karena tidak semua tamu boleh masuk ke dalam
bale. Misalnya sebagai tempat midang
(gadis yang dicari pacarnya).
3. Sekenam, memiliki bentuk yang sama
dengan berugak tapi memiliki enam tiang. Berfungsi sebagai tempat kegiatan
belajar tata karma.
4. Bale
bonder, dibangun ditengah pemukiman. Digunakan sebagai tempat sangkep (pertemuan) atas seperti
penyelesaian pelanggaran adat.
5. Alang (lumbung), bangunan yang digunakan
sebagai tempat menyimpan hasil pertanian.
2. PENDUDUK
(Setting suasana)
Kampung adat Sade terdiri dari 150
kepala keluarga dengan total penduduk berjumlah 700 orang. Penduduk kampung
adat berprofesi sebagai petani bagi laki-laki dan sebagian pemuda menjadi guide
bagi para wisatawan local maupun mancanegara yang berkunjung ke kampung sade.
Sebagian lagi berprofesi sebagai pemain gendang beleq, pepadu dalam peresean,
atau sebagai penembang. Penduduk perempuan bekerja sebagai penenun kain sasak
dan menjualnya kepada wisatawan.
Suasana yang bisa kita rasakan di
kampung adat ini adalah suasana yang sangat kental dengan sisi tradisional.
Kampung ini merupakan representasi masyarakat suku sasak zaman dahulu. Suara
alat tenun menjadi music yang indah untuk dinikmati. Masyarakat masih
menggunakan kain dengan gaya khas perempuan sasak. Diwaktu senggang mereka
masih mengisinya dengan mencari kutu atau sekedar bercengkerama sambil makan
sirih. Mereka masih memasak dengan menggunakan tungku kayu bakar.
Sebagaian besar penduduk perempuan
kampung sade tidak mengenyam pendidikan. Ada sebagian yang sekolah tapi hanya
sampai SD atau SMP. Pendidikan tertinggi bagi perempuan hanya SMA. Hal tersebut
karena mereka masih menganut adat kawin lari sehingga mereka menikah di usia
sangat muda. Rata-rata mereka menikah pada usia belasan tahun. Ambil saja
contoh Anggi, gadis berusia 24 tahun. Dia sudah mengklaim dirinya sebagai
perawan tua karena teman seusianya sudah punya dua atau tiga orang anak. Atau
ada seorang nenek dengan tiga orang cucu padahal usianya baru 39 tahun. Hal ini
menjadi sebuah masalah social yang dihadapi perempuan Sade. Di tengah
modernisasi mereka masih jauh dari pendidikan yang layak. Itu seperti sebuah
budaya yang di pertahankan. Para Ibu tidak mengizinkan anaknya untuk pergi jauh
apalagi untuk sekolah ke kota. Perempuan sade tidak bisa menggunakan motor, hal
itu menjadi pembatas ruang gerak mereka dengan dunia luar. Pilihan hidup mereka
hanya sebagai penenun dan menjadi ibu rumah tangga. Kalau kita bertanya
cita-cita kepada anak perempuan Sade maka mereka akan menjawab sebagai penenun.
Kalau kita bertanya ingin sekolah kemana, maka mereka akan jawab cukup smapai
SD atau SMP. Hal tersebut sangat berbeda dengan anak laki-laki. Pemuda sade
sudah ada yang menjadi sarjana dan sekolah ke kota. Kurangnya tingkat
pendidikan menegaskan suasana tradisional kampung sade.
3.
KEGIATAN
MENENUN (IDE CERITA)
Menenun merupakan salah satu budaya
kreatif perempuan suku sasak Lombok. Zaman dahulu, semua perempuan suku sasak
bisa menenun. Itu menjadi kemampuan wajib, bahkan perempuan sasak belum boleh
menikah kalau belum bisa menenun. Itu menjadi salah satu indicator kedewasaan
perempuan suku sasak. Akan tetapi, seiring dengan kemajuan zaman dan arus
modernisasi yang melanda maka kemampuan menenun semakin langka. Hanya di
kampung adat sade, kemampuan kreatif ini masih menajdi warisan turun temurun.
Pembuatan kain tenun dimulai dengan
pembuatan benang dari kapas. Perempuan sade mendapat kapas dari desa luar
karena areal persawahan di sekitar kampung digunakan untuk menanam padi sebagai
bahan makanan pokok. Kapas biasanya di tanam di tegal (sebutan untuk lahan pegunungan yang ditanami tanaman tumpang
sari). Pembuatan benang di bagi menjadi beberapa proses yaitu:
1. Bebetuk, yaitu proses mengolah kapas
menjadi halus. Proses ini dilakukan dengan alat tradisional yang terbuat dari
bamboo dan benang. Alat ini dipetik ditengah kapas, proses ini dilakukan
didalam kelambu agar kapasnya tidak beterbangan kemana-mana.
2. Gulung, kapas yang sudah halus digulung
atau di buat menjadi bentuk bulat memanjang sekitar 15 cm.
3. Minsah, adalah proses dengan alat
tradisional yang di sebut arah. Pada proses inilah kapas dibuat menjadi benang.
4. Pewarnaan. Setelah menjadi benang,
proses selanjutnya adalah pewarnaan dengan menggunakan daun taum atau
menggunakan kulit kayu.
Proses pembuatan
benang biasanya dilakukan oleh orang yang sudah lanjut usia. Kemampuan ini
sudah sangat langka dan tidak semua perempuan Sade bisa melakukannya.
Setelah benang
jadi, barulah proses menenun di mulai. Tahapannya adalah sebagai berikut:
1. Ngani.
Adalah proses membuat badan kain tenun. Proses ini menentukan motif apa yang
ingin dibuat. Proses ini juga menentukan luas kain yang ingin di tenun. Proses
ini mengunakan alat tradisional yang disebut aneq.
2. Nensek.
Adalah proses menenun yang terakhir. Proses yang biasa kita lihat. Proses
memasukkan benang dalam badan kain tenun yang telah di buat.
Proses ini memakan waktu yang lama tergantung luas dan
kesulitan motif. Beberpapa motif khas kain tenun sasak adalah songket, selulut,
kembang komak, ragi genap, kemalu, sabuk anteng. Motif itu yang membedakan kain
tenun sasak dengan kain tenun daerah lain. Seiring dengan modernisasi, para
penenun membuat inovasi dan kreatifitas misalnya dengan membuat kain tenun
dengan motif nama sesuai pesanan.
Menenun
adalah proses dengan alat tradisional. Alat-alat tersebuat adalah:
1. Lekot,
alat yang di pasang dipinggang penenun.
2. Berire,
alat untuk menguatkan kerapatan benang.
3. Gun,
alat beruapa kayun dan benang
4. Penggulung,
alat dari bambu di tempatkan di dekat gun
5. Jajak,
Alat dari kayu. Ada dua buah jajak yang digunakan.
6. Tutuk,
tempat melilitkan benang sebagai badan kain tenun.
7. Apit,
sebagai penyekat antara benang dan tutuk supaya tidak langsung bergesekan.
8. Pendiring,
tempat melilitkan benang yang akan di masukkan ke dalam benang badan kain.
9. Terudak,
alat dari bamboo kecil.untuk memasukkan pendiring.
Setelah kain tenun jadi, perempuan
sade menjualnya kepada para wisatawan local maupun mancanegara yang berkunjung
ke kampung adat Sade dengan harga variatif. Rentang harga yang ditawarkan
adalah puluhan ribu hingga jutaan rupiah.
#Menjadi lima puluh besar eagle award metro tv 2014 dengan tema Indonesia "OK"
sade village |