Minggu, 24 Agustus 2014

Kampung Adat Sade Lombok [Menenun Mimpi di Bawah ilalang]

KAMPUNG ADAT SADE LOMBOK

1.      LOKASI ( setting tempat )
Kampung Sade adalah salah satu kampung adat suku sasak Lombok. Kampung Sade berada di Desa rembitan, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Kampung ini berada sekitar 20 kilometer dari Bandar Udara Internasional Lombok dengan waktu tempuh 15-20 menit. Berada di Jalan Pariwisata Kute tidak membuat desa ini mengalami akulturasi budaya. Masyarakat kampung Sade mampu mempertahankan adat istiadat dan tradisi diantara gempuran arus modernisasi.
Sebagai kampung adat, kampung Sade menjadi salah satu kampung pariwisata di Pulau Lombok. Kampung ini memiliki banyak sekali keunikan terutama dari struktur bangunan rumah yang masih mempertahankan arsitektur rumah khas suku sasak Lombok yang disebut bale tani. Pembuatan rumah sangat unik karena menggunakan bahan yang masih alami. Atap rumah mereka masih menggunakan ilalang dengan rangka dari bambu dan diikat menggunakan ijuk pohon enau atau bambu tali. Dinding rumah terbuat dari anyaman bamboo. Pintu terbuat dari kayu hutan. Dan lantai dari tanah dengan plester dari kotoran sapi atau kotoran kerbau. Kegiatan memplester lantai dengan kotoran tersebut disebut ngelulut.  Ini merupakan cirri khas bangunan rumah suku sasak. Walaupun menggunakan kotoran, akan tetapi rumah adat tersebut tidak bau. Manfaat dari proses ngelulut adalah membuat lantai menjadi hangat karena masyarakat adat kampung Sade tidak tidur menggunakan kasur, melainkan hanya menggunakan tikar. Kegunaan lain adalah untuk mempertahankan struktur tanah tetap kuat karena terikat oleh serat pada kotoran sapi tersebut.
Arsitektur bangunan sangat unik. Rumah adat pada atapnya berbentuk gunungan yang menukik ke bawah. Ruangan disebut rong terbagi menjadi inaq bale (ruang utama) meliputi bale duah dan bale dalem. Bale duah digunakan sebagai tempat tidur bagi laki-laki. Mereka tidur berderet dengan tikar di satu ruangan. Bale dalam digunakan untuk menyimpan harta benda, ruang ibu melahirkan dan tempat menyemayamkan jenazah sebelum dimakamkan. Ruang bale daem dilengkapi dengan amben (dipan kayu) yang bisa digunakan untuk tidur anak gadis. Di bale dalem juga digunakan sebagai pawon (dapur) yang dilengkapi dengan jangkih (tungku dari tanah). Kelengkapan yang ada juga berupa sempare yang digantung pada atap. Sempare terbuat dari bamboo yang digunakan untuk menyimpan perabotan rumah tangga seperti biki (periuk tanah), semen (ceret tanah), gadang (tempat nasi dari bambu), keraro (bakul dari bambu). Rumah adat juga memiliki sesangkok atau betaran yang digunakan sebagai tempat menerima tamu. Di antara bale dalam dan bale luar dipisahkan oleh lawang surung (pintu geser) dan tangga yang terdiri dari tiga anak tangga.
Di kampung adat Sade, teridiri dari beberapa bangunan khas selain bale tani sebagai tempat tinggal sebagian besar penduduk yang ekonomi menengah ke bawah dengan profesi sebagai petani. Bangunan tersebut di bangun berdasarkan fungsi yang berbeda.
1.      Bale jajar merupakan bangunan rumah tempat tinggal orang sasak dengan ekonomi menengah ke atas. Bentuk bale jajar sama dengan bale tani yang membedakan hanya jumlah bale dalem.
2.      Berugak merupakan bangunan segi empat sama sisi yang tidak memiliki dinding. Penyangga dari kayu dan atap ilalang. Berugak bedada di samping kiri atau kanan bale tani atau bale jajar. Berugak berfungsi untuk menerima tamu. Karena tidak semua tamu boleh masuk ke dalam bale. Misalnya sebagai tempat midang (gadis yang dicari pacarnya).
3.      Sekenam, memiliki bentuk yang sama dengan berugak tapi memiliki enam tiang. Berfungsi sebagai tempat kegiatan belajar tata karma.
4.      Bale bonder, dibangun ditengah pemukiman. Digunakan sebagai tempat sangkep (pertemuan) atas seperti penyelesaian pelanggaran adat.
5.      Alang (lumbung), bangunan yang digunakan sebagai tempat menyimpan hasil pertanian.
2.      PENDUDUK (Setting suasana)
Kampung adat Sade terdiri dari 150 kepala keluarga dengan total penduduk berjumlah 700 orang. Penduduk kampung adat berprofesi sebagai petani bagi laki-laki dan sebagian pemuda menjadi guide bagi para wisatawan local maupun mancanegara yang berkunjung ke kampung sade. Sebagian lagi berprofesi sebagai pemain gendang beleq, pepadu dalam peresean, atau sebagai penembang. Penduduk perempuan bekerja sebagai penenun kain sasak dan menjualnya kepada wisatawan.
Suasana yang bisa kita rasakan di kampung adat ini adalah suasana yang sangat kental dengan sisi tradisional. Kampung ini merupakan representasi masyarakat suku sasak zaman dahulu. Suara alat tenun menjadi music yang indah untuk dinikmati. Masyarakat masih menggunakan kain dengan gaya khas perempuan sasak. Diwaktu senggang mereka masih mengisinya dengan mencari kutu atau sekedar bercengkerama sambil makan sirih. Mereka masih memasak dengan menggunakan tungku kayu bakar.
Sebagaian besar penduduk perempuan kampung sade tidak mengenyam pendidikan. Ada sebagian yang sekolah tapi hanya sampai SD atau SMP. Pendidikan tertinggi bagi perempuan hanya SMA. Hal tersebut karena mereka masih menganut adat kawin lari sehingga mereka menikah di usia sangat muda. Rata-rata mereka menikah pada usia belasan tahun. Ambil saja contoh Anggi, gadis berusia 24 tahun. Dia sudah mengklaim dirinya sebagai perawan tua karena teman seusianya sudah punya dua atau tiga orang anak. Atau ada seorang nenek dengan tiga orang cucu padahal usianya baru 39 tahun. Hal ini menjadi sebuah masalah social yang dihadapi perempuan Sade. Di tengah modernisasi mereka masih jauh dari pendidikan yang layak. Itu seperti sebuah budaya yang di pertahankan. Para Ibu tidak mengizinkan anaknya untuk pergi jauh apalagi untuk sekolah ke kota. Perempuan sade tidak bisa menggunakan motor, hal itu menjadi pembatas ruang gerak mereka dengan dunia luar. Pilihan hidup mereka hanya sebagai penenun dan menjadi ibu rumah tangga. Kalau kita bertanya cita-cita kepada anak perempuan Sade maka mereka akan menjawab sebagai penenun. Kalau kita bertanya ingin sekolah kemana, maka mereka akan jawab cukup smapai SD atau SMP. Hal tersebut sangat berbeda dengan anak laki-laki. Pemuda sade sudah ada yang menjadi sarjana dan sekolah ke kota. Kurangnya tingkat pendidikan menegaskan suasana tradisional kampung sade.
3.      KEGIATAN MENENUN (IDE CERITA)
Menenun merupakan salah satu budaya kreatif perempuan suku sasak Lombok. Zaman dahulu, semua perempuan suku sasak bisa menenun. Itu menjadi kemampuan wajib, bahkan perempuan sasak belum boleh menikah kalau belum bisa menenun. Itu menjadi salah satu indicator kedewasaan perempuan suku sasak. Akan tetapi, seiring dengan kemajuan zaman dan arus modernisasi yang melanda maka kemampuan menenun semakin langka. Hanya di kampung adat sade, kemampuan kreatif ini masih menajdi warisan turun temurun.
Pembuatan kain tenun dimulai dengan pembuatan benang dari kapas. Perempuan sade mendapat kapas dari desa luar karena areal persawahan di sekitar kampung digunakan untuk menanam padi sebagai bahan makanan pokok. Kapas biasanya di tanam di tegal (sebutan untuk lahan pegunungan yang ditanami tanaman tumpang sari). Pembuatan benang di bagi menjadi beberapa proses yaitu:
1.      Bebetuk, yaitu proses mengolah kapas menjadi halus. Proses ini dilakukan dengan alat tradisional yang terbuat dari bamboo dan benang. Alat ini dipetik ditengah kapas, proses ini dilakukan didalam kelambu agar kapasnya tidak beterbangan kemana-mana.
2.      Gulung, kapas yang sudah halus digulung atau di buat menjadi bentuk bulat memanjang sekitar 15 cm.
3.      Minsah, adalah proses dengan alat tradisional yang di sebut arah. Pada proses inilah kapas dibuat menjadi benang.
4.      Pewarnaan. Setelah menjadi benang, proses selanjutnya adalah pewarnaan dengan menggunakan daun taum atau menggunakan kulit kayu.
Proses pembuatan benang biasanya dilakukan oleh orang yang sudah lanjut usia. Kemampuan ini sudah sangat langka dan tidak semua perempuan Sade bisa melakukannya.
Setelah benang jadi, barulah proses menenun di mulai. Tahapannya adalah sebagai berikut:
1.      Ngani. Adalah proses membuat badan kain tenun. Proses ini menentukan motif apa yang ingin dibuat. Proses ini juga menentukan luas kain yang ingin di tenun. Proses ini mengunakan alat tradisional yang disebut aneq.
2.      Nensek. Adalah proses menenun yang terakhir. Proses yang biasa kita lihat. Proses memasukkan benang dalam badan kain tenun yang telah di buat.
Proses ini memakan waktu yang lama tergantung luas dan kesulitan motif. Beberpapa motif khas kain tenun sasak adalah songket, selulut, kembang komak, ragi genap, kemalu, sabuk anteng. Motif itu yang membedakan kain tenun sasak dengan kain tenun daerah lain. Seiring dengan modernisasi, para penenun membuat inovasi dan kreatifitas misalnya dengan membuat kain tenun dengan motif nama sesuai pesanan.
    Menenun adalah proses dengan alat tradisional. Alat-alat tersebuat adalah:
1.      Lekot, alat yang di pasang dipinggang penenun.
2.      Berire, alat untuk menguatkan kerapatan benang.
3.      Gun, alat beruapa kayun dan benang
4.      Penggulung, alat dari bambu di tempatkan di dekat gun
5.      Jajak, Alat dari kayu. Ada dua buah jajak yang digunakan.
6.      Tutuk, tempat melilitkan benang sebagai badan kain tenun.
7.      Apit, sebagai penyekat antara benang dan tutuk supaya tidak langsung bergesekan.
8.      Pendiring, tempat melilitkan benang yang akan di masukkan ke dalam benang badan kain.
9.      Terudak, alat dari bamboo kecil.untuk memasukkan pendiring.
Setelah kain tenun jadi, perempuan sade menjualnya kepada para wisatawan local maupun mancanegara yang berkunjung ke kampung adat Sade dengan harga variatif. Rentang harga yang ditawarkan adalah puluhan ribu hingga jutaan rupiah.
#Menjadi lima puluh besar eagle award metro tv 2014 dengan tema Indonesia "OK"

tenun
sade village


tenun-lombok
pembuat benang (Do,ain ya,,papuq ini telah meninggal..sehari setelah sy foto)

tenun-lombok
inaq apang...(penenun)..kangen berugaq ini
tenun-lombok
kangen tidur di rumah adat..dinginnnnn klo malam

tenun-lombok
adk imi...foto deket alang (lumbung padi)..si penenun cilik