Sabtu, 27 Desember 2014

Hanya Mimpi

Batu kotak beach
    Apa kabar bunga ungu?. Apa kabar batu?. Apa kabar buku-buku?. Apa kabar kopi?. Apa kabar kau?. Kau tau, aku mulai suka hujan. Hujan yang akan selalu membuatku mengingatmu. Aku juga mulai melirik bunga, meski aku tak berjanji bahwa aku akan menyukainya. Tapi aku ingin sesekali meraup semerbak melati di pagi hari. Aku juga akan belajar menjadi barista agar aku bisa menyuguhkan kopi kesukaanmu. Aku akan dengan sabar menunggu air mendidih hingga suhu 90 derajat celsius. Itu suhu ternikmat kata buku yang pernah kubaca. Kau jangan khawatir, aku juga tidak akan pernah menambahkan gula karena itu tak bagus untuk kesehatanmu. Aku akan menambahkan madu. Kau suka bukan?. Lantas aku akan melihat senyum manismu di setiap akhir tegukan. Senyum khasmu yang kadang lebay, tapi senyum itu tak akan pernah kulupa. Kopi, kita sebut ia cinta dalam gelas. Meski aku tak akan pernah meminumnya, aku cukup menikmatinya lewat senyummu. 

    Aku masih mengingat semua kisahmu. Tentang masa kecilmu bersama sapi gembalaan. Tentang gunung-gunung yang menghijau. Betapa kau tak pernah menyerah melawan kerasnya hidup. Kau yang selalu ceria, berkamuflase di hadapan semua orang. Hey..kau tak bisa sembunyikan setiap sepi dariku. Aku selalu mampu menangkap semuanya dari tatap matamu. Mata yang begitu mudah basah oleh tangis. Ahhh...mata itu dipenuhi misteri. Kau yang menyimpan box, bertingkat-tingkat di labirin hatimu. Maafkan aku karena malam itu telah lancang menanyakan kisah sedih itu. Itu tak akan pernah hilang dari ingatanku, saat kau katakan "kadang aku bingung harus kemana?". Saat itu kau katakan belum makan, kau males keluar dan hanya memakan apa yang ada di kulkas. Sejak saat itu, aku selalu ingin tau "apakah kau sudah makan?". Setiap aku memasak sayur bening, aku selalu ingin meneteskan air mata. 

   Hari itu kau bercerita tentang mimpimu. Keinginanmu memiliki anak laki-laki yang banyak. Membangun rumah impian di dekat pantai yang kau suka. Rumah dikelilingi kebun buah dan taman bunga. Dan aku bilang, anak perempuan juga harus banyak. Rumah yang dekat pantai tapi harus dekat juga dengan pegunungan. Kau yang selalu menggilai pantai dan aku yang tak pernah berhenti mengagumi pegunungan. Oh iya...akan ada banyak sapi sehingga bisa meminum susu segar setiap pagi. Ada juga lapangan tempat berkuda dan tempat latihan memanah atau menembak. Lantas kita tertawa siang itu. Mimpi. Selalu saja menyatukan kita.

    Maafkan aku. Meski aku tau kau pasti akan memarahiku setiap kali meminta maaf. Kau tidak suka saat aku begitu mudah merasa bersalah. Aku hanya tidak ingin melakukan kesalahan sekecil apapun di hadapanmu. Aku tidak ingin kehilangan seseorang yang berharga. Tapi ketakutan itu jadi nyata kini. Kau pergi. Kau menghilang. Waktu membawamu berlalu dengan kejamnya seperti ombak yang menghempas pasir pantai. Menghapus namamu.