Minggu, 31 Agustus 2014

Peran guru di daerah terpencil



BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.            Latar Belakang
Usia pendidikan hampir sama dengan usia peradaban manusia dan tak dapat kita pungkiri bahwa pendidikan adalah suatu hal yang fundamental dalam kehidupan manusia untuk menciptakan manusia yang bukan hanya terdidik tapi juga yang nantinya akan meneruskan perjuangan bangsa.
Di era globalisasi ini masyarakat berlomba-lomba untuk mengenyam pendidikan. Terlebih lagi untuk menyongsong Asean Free Trade Area tahun 2010 dan World Trade Area tahun 2020 mendatang mengharuskan setiap warga negara Indonesia untuk mempersiapkan diri menyongsong kedua hal itu dimana masyarakat kita tidak hanya akan bersaing sesamanya tetapi juga akan bersaing dengan orang-orang luar negeri yang pendidikan mereka jauh lebih baik dibandingkan pendidikan yang di terima masyarakat Indonesia.Generasi muda perlu disiapkan untuk bisa membawa negara ini, menuju persainagan hebat Tapi sangat disayangkan pendidikan saat ini bagi sebagian besar masyarakat kurang mampu dirasakan semakin tak terjangkau. Masalah pelik yang kemudian dihadapi bangsa indonesia adalah banyaknya jumlah anak putus sekolah yang tempat tinggal mereka di daerah terpencil sehingga untuk menjangakaunya bukanlah hal mudah untuk dilakukan. Hal ini menimbulkan image bahwa kurangnya pemerataan pendidikan di wilayah desa terpencil khususnya bagi anak-anak yang putus sekolah. yang sebagian besar diantaranya termasuk masyarakat kurang mampu.

            Berbicara masalah kurangnya pemerataan pendidikan, marilah kita menilik kembali pada Undang Undang Dasar Negara Indonesia yang sudah secara jelas mengatur masalah ini. Dalam UUD No. 11 tahun 2003 dinyatakan “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminas” Terlebih lagi   dalam Undang Undang No. 20 tahun 2003 pasal 5 ayat 3 lebih dikhususkan lagi untuk masyarakat desa terpencil yang menyebutkan bahwa setiap warga negara Indonesia yang berada di daerah terpencil atau terbelakang berhak mendapatkan pendidikan layanan khusus, akan tetapi kita menyadari bahwa hal ini belum sepenuhnya tercapai apalagi pendidikan layanan khusus bagi masyarakat desa terpencil jumlahnya masih sangat terbatas yang masih belum sepenuhnya bisa menampung masyarakat yang berkeinginan untuk meningkatkan pendidikannya.
            Dengan mencermati APBN 2001 dapat kita lihat bahwa kegiatan pokok tahunan pemerintah dalam meningkatkan pendidkan adalah pelaksanaan wajib belajar sembilan tahun, pembanguan sarana dan prasarana pendidikan, dan adanya pendidikan alternatif.
            Kita mengetahui bahwa alokasi dana pendidikan yang telah dicanangkan pemerintah kurang dari memadai meskipun alokasi dana rutin pemerintah untuk pendidikan adalah yang tertinggi dibandingkan sektor yang lainnya. Alokasi dana untuk kependidikan bukanlah menjadi pokok permasalahan yang mendasar untuk pengimplementasian upaya memberikan pelayanan pendidikan guna membrantas jumlah anak putus sekolah di daerah terpencil. Hal yang terpenting yang harus di rencanakan adalah bagaimana mengupayakan alokasi dana yang minimal untuk bisa mendukung pelaksanaan program kerja yang maksimal. Dalam hal ini program kerja yang dimaksud adalah upaya pelayanan pendidikan untuk anak putus sekolah di daerah terpencil sehingga terwujudnya pemerataan pendidikan.
sSelain berbicara masalah alokasi dana untuk pendidikan, kita sebagai warga negara seharusnya tidak hanya bisa berkomentar dan  berpangku tangan menyaksikan pemerintah dengan program pendidikannya. Tetapi sekarang bagaimana masyarakat juga berusaha untuk memunculkan ide-ide kreatif yang berkaitan dengan pendidikan, sehingga dapat mengurangi permasalahan bangsa kita ini terutama masalah kurangnya pemerataan pendidikan, khususnya phenomena yang terjadi di lingkup dunia pendidikan kita dimana pendidikan bagi anak-anak yang mengecam pendidikan baik itu pendidikan formal atau nonformal di daerah perkotaan terus melaju dengan berbagai terobosan pendidikan multimedia yang beragam berkembang dengan pesatnya sedangkan bagaimana nasib generasi muda putus sekolah yang hidupnya jauh dari pusat sarana dan prasarana pendidikan?.
Mengingat situasi pemenuhan pelayanan pemerataan pendidikan sepanjang tahun  masih jauh dari harapan masyarakat yang notabene berharap banyak terhadap sistem pemerintahan yang baru, meskipun buruknya pemenuhan hak atas pendidikan sekarang ini adalah tak lepas dari tumpukan persoalan pada masa pemerintahan-pemerintahan sebelumnya, namun demikian persoalan-persoalan mendasar seperti akses terhadap pendidikan, pengurangan siswa putus sekolah, penguatan dan support atas institusi-institusi pendidikan dasar umum dan khusus untuk anak-anak putus sekolah  yang sudah ada dan penanganan akses pendidikan di wilayah terpencil belum tertanggulangi secara nyata. Kondisi ini nampak terlihat jelas dalam laporan-laporan media massa yang masih menyoroti dalam pemberitaan mereka tentang jumlah angka anak tidak sekolah dan anak putus sekolah dari kalangan penduduk miskin yang terus merangkak naik.
Hasil proyeksi Balitbang Depdiknas memperkirakan murid yang putus sekolah di seluruh Indonesia selama tahun ajaran 2004-2005 di tingkat SD, SMP/MTS, SMA/MA mencapai 1.122.742 anak. Angka putus sekolah yang paling tinggi berada pada tingkat SD yang mencapai 685.967 anak, yang penyebabnya karena besarnya biaya pendidikan di Indonesia saat ini. Kenyataan itu diperparah dengan tingginya angka rakyat miskin di Indonesia yang anaknya tidak bersekolah atau putus sekolah karena tidak ada biaya. Selain itu, hasil penelitian organisasi buruh internasional (ILO) menyebutkan sekitar 19% dari seluruh anak berusia sekolah atau di bawah umur 15 tahun tidak lagi bersekolah. Kemudian data Depdiknas tahun 2004 menyebutkan dari 29,8 juta siswa SD/MI hanya sekitar 82% yang dapat menyelesaikan pendidikannya. Dari 50 juta siswa SD sampai SMA hanya 20-25% yang mampu menyelesaikan sekolahnya, atau hanya sekitar 10-12,5 juta siswa pada setiap tingkatannya.  Faktor ketiadaan biaya sekolah adalah penyebab yang paling dominan, dan angka buta huruf di Indonesia kini mencapai 15,5 juta.

 Hal lain yang juga penting untuk dijadikan patokan dalam melihat minimnya pemenuhan pemerataan pendidikan, adalah belum tersentuhnya akses pendidikan bagi anak-anak di wilayah terpencil dan pulau-pulau kecil yang selama ini belum tersentuh pembangunan nasional atau pun daerah.  salah satunya adalah daerah- daerah terpencil di Lombok tengah  yaitu di Dusun Sangi, Desa teruwai, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah. Di dusun tersebut terdapat satu unit sekolah yaitu SDN Sangi yang berdiri pada tanggal 17 Juli tahun 2000. Sebelum berdiri SDN Sangi berdiri, siswa bersekolah ke SDN Bedus yang jaraknya 5-10 kilometer dengan kondisi jalan yang sangat buruk. Peranan guru di SDN Sangi sangat penting dalam membantu meningkatkan pemerataan pendidikan dan mengurangi angka anak putus sekolah.
           
1.2.                      Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah disampaikan sebelumnya, akan dibahas rumusan masalah bagaimana peran guru SDN Sangi dalam meningkatkan pemerataan pendidikan di daerah terpencil untuk anak putus sekolah usia sekolah dasar .
1.3.        Tujuan dan Manfaat
1.3.1. Tujuan
Tujuan yang diharapkan yaitu membantu program kerja pemrintah daerah lombok tengah dalam membrantas jumlah anak putus sekolah.
1.3.2. Manfaat
Sedangkan manfaat yang diinginkan dari penulisan karya tulis ini yaitu:
1.      Bagi pemerintah daerah, tulisan ini dapat di jadikan referensi untuk lebih memperhatikan pendidikan di daerah terpencil.
2.      Bagi guru daerah terpencil, tulisan ini dapat menjadi acuan bahwa peranan mereka sangat dibutuhkan dalam dunia pendidikan.






















BAB II
LANDASAN TEORI

2.1.      Layanan Pendidikan
 Pendidikan nasional yang bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa diselenggarakan secara menyeluruh dan diarahkan pada peningkatan kualitas serta pemerataan pendidikan. Masyarakat sebagai mitra pemerintah berkesempatan seluas-luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Kesempatan untuk memperoleh pendidikan dan keterampilan di semua jenis dan jenjang pendidikan yang diselenggarakna oleh pemerintah terus dikembangkan secara merata diseluruh tanah air dengan memberikan perhatian khusus kepada peserta didik yang berasal dari keluarga kurang mampu, penyandang cacat, serta  yang bertempat tinggal di daerah terpencil (H. D Sudjana, 2006: 147-148).
Dari argumen tersebut bisa disinyalir bahwa tidak ada alasan pemerintah untuk tidak menggalakkan pemerataan pendidikan kepada setiap warga negara tampa harus terhalang oleh berbagi faktor, seperti adanya kesenjangan ekonomi, letak daerah, dan faktor lainnya, terlebih lagi bila dikaitkan dengan adanya kesetidak imbangan pelayanan pendidikan bagi masyrakat desa dan perkotaan. Hal ini di dukung oleh pernyataan yang terlansir dari Asia Newletter,edisi ke-3 bahwa di indonesia“Lebih dari 4 juta anak Indonesia berusia antara 6 sampai 15 tahun putus sekolah. Beberapa anak tidak pernah terdaftar di sekolah sedangkan yang lainnya putus sekolah Bagaimana pendidikan dapat lebih baik menanggapi realitas dan tantangan yang dihadapi anak pemuda sekarang ini?”

            2.2.      Pemerataan Pendidikan

Di dalam Pembukaan UUD 1945 pada alinea IV tercantum tujuan negara yang salah satu diantaranya adalah memajukan kesejahteraan umum. Pengertian yang lebih rinci lagi tentang tujuan negara tersebut yaitu untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Untuk mewujudkan kesejahteraan umum atau mencapai masyarakat adil dan makmur tersebut negara kita harus membangun.
 Membangun dalam artian tidak hanya membangun dari bentuk fisiknya saja, tetapi membangun secara keseluruhan yang dikenal dengan sebutan membangun manusia Indonesia seutuhnya. Namun sayang pembangunan yang ada di Indonesia tak semua adil dan merata. Kesenjangan ini juga terlihat jelas antara masyarakat yang tinggal di pedesaaan dengan masyarakat yang tinggal di dareah perkotaan. Dan kesenjangan ini juga terjadi di daerah perkotaan antara masyarakat yang tinggal di daerah kumuh dengan masyarakat yang tinggal di daerah elite, apalagi bila di bandingkan dengan komunitas adat terpencil sangat jauh tertinggal. (Faradella 2007: 1)
Demokratisasi pendidikan ini mencakup tiga strategi, yaitu: Pertama, pendidikan harus mampu membuka perluasan dan pemerataan kesempatan kepada setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan. Upaya perluasan dan pemerataan pendidikan sebenarnya telah dilakukan pemerintah dengan adanya kesempatan pendidikan dasar sembilan tahun.
Hasil yang dicapai cukup memuaskan yang ditunjukan oleh menngkatnya APM dan APK. Namun akibat krisis ekonomi dan konflik sosial, angka partisipasi pendidikan tersebut menjadi menurun. Oleh sebab itu, strategi yang perlu dilakukan adalah pemantapan pendidikan dasar sembilan tahun, pemberian bea siswa dengan sasaran strategis, pemberian insentif kepada guru yang bertugas di daerah terpencil, pemantapan sistem pendidikan terpadu untuk anak berkelainan, dan peningkatan keterlibatan peran serta masyarakat dalam membantu pendidikan.
Kedua, pendidikan harus diarahkan pada tercapainya pendidikan untuk semua (Education for all). Ada kecendrungan bahwa program pendidikan hanya berorientasi untuk kelompok tertentu, terutama pada institusi yang diklaim masyarakat sebagai kelompok sekolah “favorit”. Pada sekolah ini tidak cukup ruang untuk kelompok lain dalam mengakses pendidikan. Apabila dibiarkan maka kondisi ini dapat berdampak pada perlakuan diskriminatif terhadap anak bangsa. Demikian pula, pemberlakuan sistem peneriman mahasiswa baru Ptun yang dilakukan melalui penelusuran minat-bakat dan potensi (PMBP) berpotensi untuk menyemaikan benih diskriminatif kalau tidak dilakukan secara transfaran dan berorientasi akademik. Padahal masih banyak peserta didik yang memilki kemampuan akademis yang belum tersntuh oleh lembaga pendidikan unggul. Unutk memecahkan masalah ini perlu diakomodasi ide-ide “pendidikan Untuk Semua”, ayng antara lain membuka kesempatan kepada semua siswa dimana pun dan kapan pun.
Ketiga, pendidikan harus membuka peluang akan hak-hak masyarakat termasuk hak pendidikan. Selama ini ada anggapan bahwa masyarakat khususnya orang tua masih kurang peduli terhadap pendidikan anaknya. Sikap demikian tidak dapat dibiarkan secara terus menerus karena dapat berakibat terhadap penurunan martabat anak, masyarakat bahkan pemerintah. Untuk itu, di masa mendatang pengakuan hak pendidikan bagi semua warga negara perlu disosialisasikan kepada publik.
         
           
            2.3. Layanan Pemerataan Pendidikan
            Amatlah besar pengaruh pendidikan demi kelangsungan hidup suatu bangsa, maka pelaksanaannya perlu diratakan dalam arti penyebaran pelayanan pendidikan harus merata terlepas dari keberadaan wilayah tidak  menjadi permaslahan           Dalam segi pemerataan, kesempatan memperoleh pendidikan bai anak-anak Indonesia memang cukup meluas. Tetapi pengadaan sekolah masih terbatas di kota-kota saja, sehingga anak-anak yang jauh dari kota masih belum dapat menikmati pendidikan. (Drs. Abu Ahmadi, Dra. Nur Uhbiyati, 2001: 260).
Terkait dengan layanan pemerataan pendidikan tidak lepas dari sarana, dan parasarana yang dapat mununjang keberhasialan sebuah uapaya. Untuk wilayah perkotaan telah tersedia bangunan gedung sekolah, media belajar dan bentuk fasilitas lainnya yang mempermudah jalannya proses belajar mengajar. Gedung-gedung sekolah, sebagian besar tenaga pendidik berkualitas, dan biaya pendidikan lebih banyak digunkan untuk pelayanan pendidikan di perkotaan. Kurangnya relevansi pendidikan dengan pembangunan ditandai oleh kurikulum, termasuk cara pembelajaran dalam pendidikan formal, yang kurang berkaitan dengan kebutuhan, potensi pengembangan, dan lingkungan masyarakat pedesaan. (H. D Sudjana, 2006: 147-148)
            2.4.      Peranan Guru dalam Pendidikan
Kita tidak bisa memungkiri bahwa guru mempunyai peran yang sangat penting dalam pendidikan. Seperti istilah “guru kencing berdiri murid kencing berlari”. Begitulah bagaimana pentingnya peranan guru dalam pendidikan. Setiap gerak-gerik guru menjai model bagi siswa. Ketika siswa belajar, guru pun senantiasa belajar untuk selalu menigkatkan kualitas mengajarnya. Menurut sebuah tulisan dalam situs ictjabar, ada 7 peran guru dalam pendidikan yakni: Pertama guru sebagai pendidik (nurturer). Peranan ini berkaitan dengan tugas guru sebagi supporter atau orang yang memberi dorongan kepada siswa, kemudian guru melakukan pengawasan dan pembinaan (supervisor) dalm perkembangan peserta didik serta tugas untuk mendisiplinkan siswa agar senantiasa mematuhi peraturan sekolah. Kedua, guru sebagai model. Seperti contoh yang telah ditulis sebelumnya yakni guru kencing berdiri murid kencing berlari maka tugas guru adalah menjadi model atau contoh bagi siswanya. Oleh karena itu sikap dan tingkah laku guru hendaknya mencerminkan norma-norma yang ada dalam masyarakat serta sesuai dengan nilai-nilai pancasila.Ketiga, guru sebagai pengajar dan pembimbing. Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa peran pokok guru yakni sebagai pembimbing, memberikan pengetahuan, mengasah keterampilan dan menguji pengalaman siswa bukan hanya di dalma fungsi sekolah tapi juga fungsi di luar sekolah. Selain pengetauhan guru juga berperan penting dalam membentuk pribadi siswa dan menanamkan nilai-nilai hidup yang dianut oleh bangsa dan negaranya. Keempat, peran guru sebagai setiawan dalam lembaga pendidikan. Seorang guru diharapkan dapat membantu kawannya yang memerlukan bantuan dalam mengembangkan kemampuannya. Bantuan dapat secara langsung melalui pertemuan-pertemuan resmi maupun pertemuan insidental. Kelima, peranan guru sebagai komunikator pembangunan masyarakat.
Seorang guru diharapkan dapat berperan aktif dalam pembangunan di segala bidang yang sedang dilakukan. Ia dapat mengembangkan kemampuannya pada bidang-bidang dikuasainya.
1.    Guru sebagai administrator.
Seorang guru tidak hanya sebagai pendidik dan pengajar, tetapi juga sebagai administrator pada bidang pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu seorang guru dituntut bekerja secara administrasi teratur.
2.    Peran guru sebagai pelajar (Learner)
Seorang guru dituntut untuk selalu menambah pengetahuan dan keterampilan agar pengetahuan dan keterampilan yang dirnilikinya tidak ketinggalan jaman. Pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai tidak hanya terbatas pada pengetahuan yang berkaitan dengan pengembangan tugas (http://www.ictjabar.org)












BAB  III
METODE PENULISAN

Metode penulisan karya tulis ini menggunakan metode kepustakaan. Penulis membahas masalah-masalah yang relevan dengan telaah pustaka. Telaah pustaka diperoleh dari buku-buku, majalah, koran, dan sumber-sumber lain yang relevan dengan topik yang dibahas.
Sedangkan analisis permasalahan dilakukan dengan menghubungkan antara informasi yang didapat baik melalui diskusi dengan pihak yang berkompeten, media cetak ataupun elektronik dengan telaah pustaka. Hal ini dilakukan untuk mencari solusi untuk menjawab rumusan masalah yang disampaikan.
 Kesimpulan diperoleh berdasarkan informasi-informasi yang sesuai dengan telaah pustaka dan gagasan kretif dari penulis yang merupakan inti dari karya tulis ini. Sedangkan saran-saran ditujukan khusus kepada pihak-pihak yang berkompetent dengan tema yang sedang dibahas dan khalayak umum pada umumnya.
 Saran-saran ini ditulis agar pihak-pihak yang terkait memperhatikan dan mempertimbangkan untuk selanjutnya merumuskan solusi yang terbaik. Solusi yang yang terbaik merupakan    harapan utama guna menghasilkan manusia Indonesia yang siap bersaing dan berkompetesi di masa yang akan datang.




BAB IV
PEMBAHASAN
            Dalam upaya pemenuhan hak atas pendidikan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan (UU Sisdiknas) merupakan salah satu pendukung utama. UU ini mengatur mengenai dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan hak dan kewajiban warga negara, orang tua, masyarakat, dan pemerintah; peserta didik; wajib belajar; standar nasional pendidikan; kurikulum; pendidik dan tenaga kependidikan; sarana dan prasarana pendidikan; pendanaan pendidikan; serta ketentuan pidana.
            Secara substansi, UU Sisdiknas mengatur bahwa pendidikan bukan merupakan tanggung jawab pemerintah semata, melainkan tanggung jawab bersama termasuk masyarakat. Baik itu dari penyelenggaraan, memfasilitasi, sampai pendanaan. Dari penyelenggaraan, dengan adanya otonomi daerah, pendidikan diselenggarakan juga oleh pemerintah daerah bahkan kepada masyarakat. Hal ini terlihat dari pengaturan UU Sisdiknas yang membagi tanggung jawab pemerintah kepada masyarakat untuk menyelenggarakan dan mendanai pendidikan; (Pasal 6 ayat 255; pasal 7 ayat 2). Bahkan UU Sisdiknas tersebut mewajibkan masyarakat memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan (pasal 9).
             Pendanaan pendidikan tanggung jawabnya dipikul secara bersama-sama antara pemerintah,pemerintah daerah, dan masyarakat (pasal 46 ayat (1). Sementara Pasal 47 ayat (2) menyebutkan bahwa Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sayangnya, dengan desentralisasi pembiayaan pendidikan dari pusat ke daerah, pemerintah pusat tidak dapat memastikan kelayakan anggaran-anggaran yang disediakan daerah untuk pendidikan dari total APBD.
Pasal 31 ayat (4) UUD 1945 menyebutkan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaran pendidikan nasional. Tetapi realisasi dari kewajiban ini tidak dilaksanakan secara langsung. Berdasarkan kesepakatan Pemerintah dengan DPR pada tanggal 26 Januari 2004, realisasinya akan dilakukan secara bertahap Sampai dengan 2009, anggaran pendidikan akan ditingkatkan setiap tahun hingga mencapai 20%. Berikut adalah tabel anggaran pemerintah untuk dana pendidikan:
No
Tahun
Jumlah nominal
persentase
1
2004
16,8 triliun
16,6 %
2
2005
24,9 triliun
9,3 %
3
2006
33,8 triliun
12 %
4
2007
43,4 triliun
14,7%
5
2008
54,0 triliun
17,4 %




Sumber: (ELSAM (Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat), 2005: 19-25).

Permasalah pemerintah menegenai pendidkan tidak hanya di hadapkan pada tidak terlaksananya pengoptimalan penggunaan dana pendidikan yang seharusnya, tetapi juga pemerintah di hadapkan pada beberapa permasalahan lainnya.
Contoh lain yang di jadikan permasalahan dalam pendidikan di indonesia adalah belum  adanya pemerataan pendidikan khususnya pelayanan pendidikan bagi anak putus sekolah usia sekolah dasar yang hidupnya di daerah pedesaan yang terpencil.
SDN Sangi merupakan sekolah terpencil yang berada di dusun Sangi, Desa Teruwai, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah. SDN Sangi Berdiri pada tanggal 17 Juli tahun 2000. Sebelum SDN sangi berdiri, siswa bersekolah di SDN Bedus yang jaraknya 5-10 Kilometer dari rumah siswa. Sekolah ini mulanya dibangun secara swadaya oleh masyarakat mulai dari pengadaan tanah sampai pendirian bangunan sekolah. Pada awalnya sekolah di bangun sederhana dengan lantai tanah, tiang bambu,pagar bedek ( anyaman dari bambu ), dan atap ilalang.
Angka siswa putus sekolah di wilayah sumber murid SDN Sangi sangat tinggi yaitu mencapai 80 %. Artinya, dari 100 orang siswa yang sekolah sampai tamat SD hanya 20 orang. Pada awal tahun 2000 masyarakat yang menyelesaikan pendidikan sampai SMA hanya 1 orang dan yang menyelesaikan sekolah sampai SMP hanya 17 orang. Melihat kondisi tersebut, dibutuhkan usaha yang maksimal dari para guru yang ada di SDN sangi.Usaha- usaha yang dilakukan oleh guru SDN Sangi untuk menekan angka putus sekolah antara lain :
1.      Mengunjungi rumah warga pada sore dan malam hari untuk memahamkan pentingnya pendidikan bagi masa depan anak-anak mereka. hal tersebut dilakukan karena faktor kurang pehaman dari orang tua murid karena tidak berpendidikan. anak-anak mereka lebih disuruh bekerja di sawah daripada belajar di sekolah.
2.      para guru mengadakan rapat-rapat dengan wali murid secara berkala di sekolah maupun di masjid atau di mushala.
 Dengan usaha-usaha tersebut, sejak tahun 2003 angka putus sekolah untuk tingkat SD di wilayah SDN Sangi menjadi 0 %.









BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

5.I        KESIMPULAN

Pemerataan pendidikan sangat penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan ndi suatu daerah. kurangnya pemerataan pendidikan dapat menyebabkan tingginya angka putus sekolah terutama di desa terpencil. SDN Sangi merupakan sekolah yang berada di desa terpencil. Guru di SDN sangi sangat berperan penting dalam pemerataan pendidikan dan mengurangi angka putus sekolah. Usaha- usaha yang dilakukan oleh guru SDN Sangi untuk menekan angka putus sekolah antara lain :
3.      Mengunjungi rumah warga pada sore dan malam hari untuk memahamkan pentingnya pendidikan bagi masa depan anak-anak mereka. hal tersebut dilakukan karena faktor kurang pehaman dari orang tua murid karena tidak berpendidikan. anak-anak mereka lebih disuruh bekerja di sawah daripada belajar di sekolah.
4.      para guru mengadakan rapat-rapat dengan wali murid secara berkala di sekolah maupun di masjid atau di mushala.
 Dengan usaha-usaha tersebut, sejak tahun 2003 angka putus sekolah untuk tingkat SD di wilayah SDN Sangi menjadi 0 %.

5.2       SARAN
           
 Bagi pemerintah daerah agar memperhatikan guru di desa terpencil karena mereka sangat berperan dalam pemerataan pendidikan dan mengurangi angka putus sekol


DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu H. 2004. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyati. 2001. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Joesoef, Soelaiman dan Slamet Santoso. 1979. Pendidikan Luar Sekolah. Surabaya: Usaha Nasional
Newsletter, Asia. 2006. Tangapan Sektor Pendidikan. Asia Newsletter.
Rosyada, Dede. 2004. Paradigma Pendidikan Demokratis. Jakarta: Prenada Media.
Tilaar, H. A. R. 2002. MembenahiPendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta.