Selasa, 16 Desember 2014

Rindu yang membeku



Hey,,,apa kabarmu hari ini?. Masihkah kebekuan menyelimuti?. Lantas sepi menjadi pilihan terindah untuk menghiasi detik demi detik. Sementara aku dipenuhi kepingan waktu bersama sesak yang tak berkesudahan. Bola panas itu semakin memenuhi rongga paru-paruku. Entahlah...mungkin bola panas itu yang menyulut rasa yg disebut rindu. Aku tak tau. Aku sungguh tak mengerti. 


Kau katakan "jangan pergi, tetaplah disana". Dan aku tak beranjak seincipun, terpaku di tempatku. Menikmati senja yang semakin merona jingga. Menatap lekat sang mentari yang tenggelam ke pelukan samudra. Terdiam. Membisu. Menggigit bibirku semakin keras, Menahan setiap buncahan kata sambil merasakan lamat-lamat anyir darah yang mulai menetes. 

Kristal bening di sudut mataku telah membatu. Seolah lelah membasahi pipiku. Aku tau ia tertegun disana. Mengalir ragu karena tak biasanya ia deras ada. Seolah ia berkata "kau kenapa?". Aku tau, ia tak suka saat aku mengalirkannya tanpa suara. Hanya sepi di sudut malam sambil sesekali menyakiti waktu. Hanya itu cara menahan segala yang bergolak tanpa kupahami. Berharap rasa sakit mampu ingatkanku untuk tersadar. Tapi rasa sakit itu semakin kunikmati. Ya....menikmatinya pelan-pelan sambil terbata-bata meminta pada langit. Memintamu.

Aku seolah kembali duduk sendiri di duniaku yang diselimuti badai. Merasakan sepi yang tak mampu kutawar kesepiannya. Baru detik yang lalu kau disini. Disampingku, lekat. Tapi kini kau entah dimana?. Hanya samar kulihat bayanganmu diujung samudera. Berharap gelombang pasang tak menenggelamkanmu. "Jangan pergi", lirih kuberucap pada bayanganku sendiri. Hanya ia yang kulihat jelas disini. Di malam yang semakin pekat. Tak ada rembulan. Tak ada kerlip bintang. Tak ada kunang-kunang. Tanpa Lilin


Tak sedetikpun kunikmati senja ini tanpa mengingatmu.