Menenun Indah Merah Putih dengan Benang Kusut Sejarah G30S/PKI
Peristiwa penting dalam hamparan kisah bangsa Indonesia yang tidak terlepas dari masalah kemanusiaan adalah G/30S/PKI. Sebenarnya, sampai saat ini tidak ada yang bisa membuktikan siapa yang menjadi dalang peristiwa 30 September 1965. Apakah PKI, Soeharto, atau malah Soekarno sendiri. Di masa ini, Soekarno telah lama meninggal. Kekuasaan Soeharto telah digulingkan oleh mahasiswa sejak 1998. Dan PKI sudah tidak ada lagi di Indonesia. Sudah tidak ada gunanya kita berdebat tentang siapa dalang dari G30S karena sudah puluhan tahun perdebatan itu tidak menghasilkan bukti yang kongkrit. Yang bisa kita lakukan saat ini adalah mengambil pelajaran dari peristiwa-peristiwa tersebut, bagaimana dalam setiap pertikaian kepentingan para elite politik selalu saja rakyat kecil yang dikorbankan. Masih kita lihat saat ini, kebijakan-kebijakan ekonomi yang tidak berpihak kepada rakyat. Dan yang paling penting adalah mengenai penegakan hukum di negeri ini. Pengganyangan PKI telah menjadi bukti bahwa hukum di negeri ini tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Hanya menyiksa rakyat kecil tapi melindungi penguasa. Semoga kita bisa menenun indah merah putih dengan benang kusut sejarah G30S/PKI.
Rangkaian sejarah telah menunjukkan kepada kita bahwa zaman boleh beralih, namun akar dari semuanya tidak boleh tercerabut, yaitu kemanusiaan kita sebagai sebuah bangsa. Ini akan menuntun kita untuk pulang dan mengeja kembali kebangsaan kita di antara carut marut dan gegap gempita zaman. Peristiwa penting dalam hamparan kisah bangsa Indonesia yang tidak terlepas dari masalah kemanusiaan adalah G/30S/PKI. Sejarah tentang perebutan kekuasaan oleh pihak yang melupakan arti penting dari kata kemanusiaan sehingga mengorbankan banyak pihak bahkan mengorbankan rakyat dan bangsa Indonesia dengan luka sejarah. Luka yang begitu lama menganga dalam hati seluruh rakyat.
Sebenarnya, sampai saat ini tidak ada yang bisa membuktikan siapa yang menjadi dalang peristiwa 30 September 1965. Apakah PKI, Soeharto, atau malah Soekarno sendiri. Tapi yang terpenting untuk kita telaah bersama adalah peristiwa-peristiwa yang mengikuti tragedi G 30 September. Dengan adanya pernyataan dari Soeharto lewat RRI setelah kejadian tersebut menyebabkan kebencian yang sangat mendalam kepada PKI dan para pengikutnya. Usaha-usaha pembasmian PKI ternyata tidak berkembang secara wajar. Banyak mentri yang termasuk PKI dengan segala jalan mereka berusaha menghindari diri dari pengganyangan rakyat. Dan salah satu jalan yang mereka tempuh adalah jalan ekonomi. Pada bulan Desember 1965 para menteri mengeluarkan sebuah peraturan baru pemerintah yang lebih dikenal sebagai tindakan-tindakan pemerintah di bidang moneter. Dalam peraturan ini rupiah Indonesia diberikan nilai baru Rp.1000,00 disamakan dengan Rp.1,00 baru. Uang kertas Rp. 10.000,00 dan Rp. 5000,00 ditarik dari peredaran dalam waktu satu bulan dengan dikenakan 10% iuran revolusi.
Kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi tersebut menyebabkan kepanikan yang sangat hebat dalam masyarakat. Secara otomatis harga-harga menjadi melambung tinggi sampai beratus-ratus persen hanya dalam waktu seminggu. Para pemilik uang melemparkan uangnya sekaligus ke pasar dan memborong barang-barang. Kekacauan ini ditambah pula dengan politik kenaikan harga. Tarif kendaraan umum rata-rata dinaikkan 500% sampai 1000%. Dan yang paling terpukul dari tindakan pemerintah adalah rakyat kecil, karena beras naik rata-rata 300% sampai 500%. Harga bensin dalam waktu satu setengah bulan naik dari Rp.4,00 per liter menjadi Rp. 1000,00. Dapat kita bayangkan betapa kacaunya Indonesia saat itu. Banyak rakyat yang kelaparan hanya karena tindakan segelintir penguasa. Tindakan yang tidak dilandasi oleh analisis yang mendalam. Kebijakan yang tidak lain hanya untuk mengacaukan masyarakat di antara hiruk pikuk perebutan kekuasaan oleh kaum elite politik. Sangat mengharukan melihat kenyataan bahwa bangsa ini dipimpin dan dikelola oleh orang-orang yang mengambil kesempatan untuk tertawa diantara jerit pilu tangisan rakyatnya.
Ada hal yang sangat aneh dari peristiwa-peristiwa pembasmian dan pengganyangan PKI. Di satu sisi pada tanggal 21 februari 1966 diumumkan reshuffle kabinet Dwikora. Hasilnya sangat mengecewakan. Menteri-menteri anti-Gestapu diganti seperti Nasution,Martadinata, Arudji Kartawiniata, Ny. Artati Marzuki. Sedangkan menteri-menteri Gestapu semakin kuat seperti:
1. Dr. Subandrio (terlibat dalam kup 30 september 1965)
2. Dr. Chaerul Saleh (konseptor kenaikan harga)
3. Astrawinata (ketua HIS yang dibubarkan)
4. Jusuf Muda Dalam (Menteri yang memberikan cash money bagi Gestapu)
5. Drs. Sujadi (konseptor kenaikan harga)
6. J. D. Massie (konseptor kenaikan harga)
7. Sutomo (Partindo, antek Gestapu)
8. Ir. Suhadi Reksowardojo (PKI)
9. Armunanto (Partindo, antek PKI, konseptor harga bensin)
10. Ir. Setiadi (Anggota PKI)
11. Ir. Surachman (terlibat dalam Gestapu)
12. Suryadarma (Simpatisan PKI)
13. Achadi (sejalan dengan Subandrio)
14. Sumardjo (Kader PKI)
15. Sumarno, S.H. (arsitek kenaikan harga)
16. Sudibjo 9antek PKI)
17. Di samping itu terdapat pula tokoh-tokoh yang ‘yes man’)*
Dan disisi lain dari negeri ini yaitu di pulau Bali terjadi suatu malapetaka yang sangat mengerikan, suatu penyembelihan besar-besaran yang mungkin tiada taranya dalam sejarah perjalanan bangsa ini. Itu sama sekali bukan perang, tapi penyembelihan atau pembantaian merupakan perkataan yang paling cocok. Sama sekali tidak ada perlawanan. Mereka yang merasa dirinya PKI atau yang oleh lingkungannya dituduh demikian, dengan sukarela menyerahkan dirinya pada penguasa. Dan ketika pembunuhan-pembunuhan itu dilangsungkan, banyak diantara para tawana yang minta untuk dibunuh karena mereka tau bagaimanapun juga mereka akan tetap dibunuh. Mereka yang ingin dibunuh berbuat ddemikian karena takut menghadapi siksaan atau cara-cara pembunuhan yang tidak masuk akal dan tidak waras. Dan yang paling ironis adalah mereka merupakan rakyat kecil yang tidak mengerti apa-apa. Sementara Sutedja (PKI) masih tetap menjadi Gubernur. Lantas apa tujuan dari pembunuhan rakyat kecil?. Itulah kejamnya politik kekuasaan di negeri ini. Negeri yang bernama Indonesia.
Di masa ini, Soekarno telah lama meninggal. Kekuasaan Soeharto telah digulingkan oleh mahasiswa sejak 1998. Dan PKI sudah tidak ada lagi di Indonesia. Sudah tidak ada gunanya kita berdebat tentang siapa dalang dari G30S karena sudah puluhan tahun perdebatan itu tidak menghasilkan bukti yang kongkrit. Yang bisa kita lakukan saat ini adalah mengambil pelajaran dari peristiwa-peristiwa tersebut, bagaimana dalam setiap pertikaian kepentingan para elite politik selalu saja rakyat kecil yang dikorbankan. Masih kita lihat saat ini, kebijakan-kebijakan ekonomi yang tidak berpihak kepada rakyat. Dan yang paling penting adalah mengenai penegakan hukum di negeri ini. Pengganyangan PKI telah menjadi bukti bahwa hukum di negeri ini tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Hanya menyiksa rakyat kecil tapi melindungi penguasa. Semoga kita bisa menenun indah merah putih dengan benang kusut sejarah G30S/PKI.
)* Soe Hok Gie dalam buku Zaman Peralihan.