Aku tertarik menulis tema ini karena ada seseorang yang berucap "Ema ini kebanyakan nonton sinetron". Ucapan itu cukup menggelitik bagiku karena aku sudah tidak ingat kapan terakhir kali aku menonton sinetron. Lebih parah lagi, aku tidak ingat kapan terakhir nonton televisi. Katrok banget kan? Aku berpisah dengan televisi saat aku SMA dan harus tinggal di kos. Setelah menikah, aku dan suami berkomitment untuk tidak memiliki televisi. Mungkin bagi banyak orang, tidak memiliki TV adalah hal yang "gak gaul banget", tapi bagi kami televisi itu "gak penting banget".
Dahulu ketika aku kecil, TV adalah barang yang sangat istimewa terutama di kampungku. Aku ingat saat ayahku membelikan aku TV saat usiaku empat tahun. TV hitam putih dengan merek nasional yang dinyalakan dengan aki. Saat itu dikampungku belum ada listrik dan TV tersebut adalah TV pertama dikampungku. Keberadaannya mampu menyedot perhatian semua orang sehingga rumahku selalu penuh oleh warga yang menonton. Di waktu-waktu tertentu seperti jika ada pertandingan sepak bola atau tinju, para penonton bisa memenuhi halaman rumah. Pemandangan yang terlihat seperti saat nonton layar tancap.
Kita tidak bisa pungkiri bahwa kontent yang ditayangkan oleh TV zaman dahulu dan zaman sekarang sangatlah jauh berbeda. Dulu tidak banyak sinetron alay sepetri sekarang. Mungkin kita masih ingat tayangan berjudul Sengsara Membawa Nikmat yang ceritanya diadopsi dari buku. Atau kisah Rama dan Shinta yang begitu melegenda. Dalam tayangan TV tidak akan kita temukan adegan-adegan tidak layak seperti percintaan anak-anak SMP/SMA.
Tayangan TV zaman dulu juga ramah anak. Aku dulu sangat suka menonton acara anak-anak seperti dongeng bersama boneka susan. Kartun anak si unyil bersama Pak Raden. Dan yang selalu aku tunggu adalah acara lagu anak-anak bersama Maisy. trio kwek-kwek, Wafiq Azizah, dll. Acara-acara seperti ini sudah sangat jarang kita temukan di TV. Saat ini acara TV menampilkan penyanyi anak-anak tapi dengan anehnya menyanyikan lagu cinta orang dewasa.
Komitment untuk tidak memiliki TV begitu kuat dalam diriku setelah mengikuti acara bedah buku Saat Berharga Untuk Anak Kita bersama Fauzil Adhim. Ia menceritakan bahwa di rumahnya tidak ada TV. Ia dan istri berkomitment tidak memiliki TV agar anak-anak mereka lebih fokus membaca buku dan bermain. Ia menjelaskan bahwa terkadang ada ironi dalam rumah tangga dimana orang tua memaksa anak untuk rajin belajar, tetapi orang tua sendiri yang sibuk menonton TV.
Keteladanan yang harus diberikan oleh orang tua kepada anak bukan hanya perkara agama misalnya sholat tepat waktu dan rajin mengaji. Orang tua juga memiliki kewajiban untuk memberi teladan dalam kegiatan sehari-hari seperti membaca buku. Idealnya, jika kedua orang tua rajin membaca buku dan berdiskusi tentang ilmu pengetahuan, anak-anak lambat laun akan mengikuti. Hal itu dibuktikan oleh Fauzil Adhim dan istrinya. Mereka memiliki waktu khusus menemani anak-anaknya dalam proses belajar tanpa harus terganggu oleh tayangan televisi.
Di zaman modern ini, kita juga memiliki alternatif tontonan selain televisi yaitu youtube. Tentu orang tua harus memfilter terlebih dahulu tayangan yang boleh ditonton oleh anaknya. Jika tidak mampu memfilter tayangan, ada baiknya orang tua mendownload tayangan-tayangan positif yang boleh ditonton oleh anak agar anak-anak bisa menonton secara offline. Sangat tidak baik jika orang tua memberikan kebebasan kepada anak untuk berselancar sendiri di dunia maya. Ada banyak sekali kontent negatif yang bisa jadi lebih merusak dari televisi.
Yang tidak kalah pentingnya adalah orang tua harus menemani anak-anak saat menonton agar bisa memberikan penjelasan. Tradisi diskusi memang harus dipupuk antara orang tua dan anak. Seperti kita ketahui bersama, rasa ingin tahu pada diri anak-anak sangatlah tinggi. Seorang anak biasanya akan bertanya tentang banyak hal saat menemukan pengetahuan baru dari tontonan. Kita sebagai orang tua kadang harus banyak belajar agar bisa menjawab pertanyaan mereka. Dan yang paling penting dari memiliki pengetahuan adalah memiliki kesabaran.
So, di rumah anda masih ada TV atau tidak? Jika masih ada, silahkan menimbang dengan adil apakah TV itu lebih banyak manfaatnya atau mudhoratnya? Dan yang paling penting, apakah keberadaan TV itu tidak menyita banyak waktu berharga untuk anak anda?
Note: Foto ilustrasi by google image.
12 komentar
Yang jelas, sesekali saya menengok youtube saat ILC. Tv ngak punya di kos 😂😂
hehehe.... dirumah ane tv dinyalain cuma buat nonton upin ipin ^_^
jujur dari dulu ane pengen buat konten tentang anak-anak, makanya lagi mikir bagusnya seperti apa ya.
yang baru kebayang sih seperti doraemon ^_^
salam blogger dan salam Hoki
Upin Ipin baguslah buat di tonton tapi kalau kecanduan Upin Ipin juga kurang baik...hahaha...mau nonton Upin Ipin terusan...hahaha
hemat quota internet...hahaha....
Sy jd ingat sebuah artikel waktu kuliah disebuah Zine (kontra magazine)... bahwasanya tipi itu cenderung membodohi bukan mencerdaskan.. boikot tipi 🙌
Sy jd ingat sebuah artikel waktu kuliah disebuah Zine (kontra magazine)... bahwasanya tipi itu cenderung membodohi bukan mencerdaskan.. boikot tipi 🙌
whahaha....sedikit2 mau main boikot saja....
andai saya bisa ceraikan tv dari keseharian, tentu suatu saat rasa kangen yang menggebu kepada tv akan menjadikan nikmat luar biasa ketika rujuk kembali....*ehh
hahahaha....gak pakai kangen dan gak pakai rujuk...
setuju banget mbak. acara tivi sekarang memang tidak mendidik. banyak sinetron. saya malah jarang nonton. cuma nonton acara-acara korea di sbs in. ya, semacak kpos star, the junggel, dll. ngak tahu kenapa, saya lebih suka nonton acara luar. salam kenal ya mbak. hehe... mari saling berkunjung blog.
Salam kenal juga....:) iya sangat sedikit acara TV yang mendidik menurut saya...
aku juga uda jarang nonton TV klo anakku nonton juga tayangan tertentu saja itupun cepet bosan. susah juga y mba kalo mau cerai langsung dengan tipi sih ehhehe